About

Email : Kritik dan Sarannya ditunggu d.haryanto88@gmail.com

Selasa, 27 Mei 2014

ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA



Book Review
ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA
Agama Masyarakat Negara Demokrasi

Penulis              : Abdurrahman Wahid
Penerbit            : The Wahid Institut
Tahun terbit     : Tahun 2006
Tebal                 : xxxvi+412 halaman

A.  Abstrack
Buku Islamku, Islam anda dan Islam kita karangan Abdurrahman Wahid, adalah merupakan gambaran atas pemikiran beliau dalam melihat realitas keagamaan yang ada. Abdurrahman Wahid tidak membedakan agama satu dengan yang lain, bahkan dia menganggap Islam sebagai jalan hidup (syariah) bisa belajar dan saling mengambil berbagai ideologi agama, bahkan juga pandangan dari agama-agama lain. Islamku diambil dari pengalaman pribadi beliau dalam beragama maupun lainnya yang tidak dapat dipaksakan kepada orang lain. Islam anda lebih terhadap apresiasi Abdurrahman Wahid dalam melihat realitas keagamaan lain yang perlu dihargai karena itu adalah merupakan pengalaman pribadi mereka. Islam kita lebih pada maksud dan tujuan agama Islam dan demi kepentingan kaum muslimin.
Buku ini juga menggambarkan dua permasalah yang sangat substansial mengenai isu tentang konsep Islam dan negara Islam.
B. Hypothesis Problem or Question, Sense of Academic Crisis
Persoalan yang paling rumit di dalam keberagamaan adalah masalah penafisiran. Kesalahan pada ranah ini akan berakibat fatal karena dapat mendestruksi keseluruhan nilai yang terkandung di dalam agama yang luhur ini. Terorisme dan bunuh diri di antaranya dilatari oleh kesalahan dalam menafsirkan agama tersebut, di samping sebab-sebab lain, seperti globalisasi, kepentingan politik dan ekonomi. Di sinilah, membedah pemikiran Abdurrahman Wahid menjadi sangat urgen untuk mengantarkan kita kepada pemahaman agama secara komprehensif serta wacana keagamaan yang mendalam. Meminjam istilah dari Mohammad Arkoun “pembongkaran atau upaya dekonstruksi-rekonstruksi kembali wacana.[1]
Buku Islamku, Islam anda dan Islam kita berupa hasil pemikiran dari Abdurrahman Wahid untuk melihat realitas keberagamaan antar umat beragama yang mana tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Baik sesama kelompok beragama maupun kelompok agama lainnya.
Permasalahan yang coba diungkap dalam buku ini perlunya semangat demokrasi dalam agama yang mana terkait dengan dua permasalahan yang mendasar; pertama, adakah sistem Islami? kedua, adakah konsep Negara Islam?
Penulis melihat dua permasalahan inilah  pokok yang coba di ungkap dalam buku ini oleh pengarangnya Abdurrahman Wahid. Selanjutnya akan dibahas dalam review book ini.
C. The Importance of Topic
Satu hal yang sangat menarik untuk dikaji persoalan sistem Islami dan konsep Negara Islam yang telah lama digembar-gemborkan oleh kalangan Islam yang mempunyai cara pandang eksklusivisme yang segala sesuatu harus dengan pemahaman agama yang mendalam. Segala sesuatu permasalah harus berkiblat kepada Islam, pengklaiman tidak ada kebenaran di dalam agama lain.
Eksklusivisme adalah cara pandang yang menganggap kebenaran absolut hanya milik agama tertentu secara eksklusif. Tidak memberikan alternatif lain, tidak memberikan konsesi sedikit pun, dan tidak mengenal kompromi.[2]
Terkait dengan adakah sistem yang Islami? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin dalam memberikan interpretasi. Dalil yang dijadikan rujukan dalam persoalan ini adalah; (udkhuluu fi al-silmi kaffah) masuklah kalian ke dalam Islam (kedamaian) secara penuh. Ada dua bentuk interpretasi dalam memahami kata al-silmi; pertama al-silmi dimaknai Islam adalah sebuah entitas Islam formal yang menciptakan sistem Islami kedua, al-silmi dimaknai kedamaian sebuah entitas universal tidak perlu adanya penjabaran sebuah sistem tertentu, termasuk sistem Islam.[3]
Di dalam buku ini, Abdurraman Wahid mengatakan tidak perlu adanya sistem Islami, karena sistem Islami hanya akan menjadikan dan membuat mereka yang tidak beragama Islam akan kalah dari kaum muslimin. Sebuah sistem Islami otomatis membuat warga Negara non-muslim berada di bawah kedudukan warga Negara beragama Islam. Abdurrahman menambahkan tidak perlu adanya kerangka sistemik menurut ajaran Islam asal menerapkan lima syarat menjadi muslim yang baik dalam al-Qur’an, yaitu menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan (sanak saudara, anak yatim, kaum miskin dan sebagainya menegakkan profesionalisme dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan kesusahan.[4]
Konsep “Negara Islam” menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat menarik; apakah sebenarnya konsep Islam tentang Negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep ini jika memang ada? Hal ini sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam tentang Negara Islam, yang implikasinya terhadap orang yang tidak menggunakan pemikiran itu dinilai telah meninggalkan Islam.[5]
Menurut Abdurrahman Wahid, mendirikan “Negara Islam” tidak wajib bahkan tidak ada kewajiban di dalamnya. Tetapi yang ada hanyalah perintah dalam Al-Qur’an untuk membentuk suatu masyarakat yang menegakkan keadilan di muka bumi dan membentuk masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai yang substansial  yaitu menjalankan amar makruf atau menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan, nahi dan mungkar di muka bumi ini. Oleh karena itu, Islam adalah sebagai agama jangan direduksi sebagai “Negara Islam”.[6]
Dalam kaitan ini, Gus Dur sampai pada kesimpulan bahwa wacana negara Islam dan wacana politik Islam yang sejenis merupakan pemahaman yang kurang tepat, karena pada dasarnya, Islam hadir bukan untuk membentuk sebuah institusi negara, melainkan untuk mendorong terwujudnya nilai-nilai universal.
Melihat hal di atas, dapat dikatakan bahwa itu adalah merupakan sebuah pembaruan Abdurrahman Wahid yang mempertegas gerakan kultural dan gerakan kemasyarakatan yang lebih populer sekarang dengan sebutan membangun civil society yang bersifat komplementer dan mendukung sebuah Negara pancasila.[7]
D. The Prior Research on Topic
Dalam buku ini, Abdurrahman Wahid memberikan tiga kerangka keber-Islam-an yang patut kita apresiasi bersama secara serius dan mendalam terutama dalam menciptakan Islam yang damai. Pertama, islamku, yaitu keber-Islam-an yang berlandaskan pada pengalaman pribadi perseorangan. Sebagai sebuah pengalaman, pandangan keber-Islam-an seseorang tidak boleh dipaksakan (harus disamakan) kepada orang lain. Jika itu terjadi, maka akan mengakibatkan munculnya dislokasi pada orang lain yang pada akhirnya dapat “membunuh” keindahan dari pandangannya sendiri.
Kedua, Islam anda, yaitu keber-Islam-an yang berlandaskan pada keyakinan. Dalam hal ini harus diakui bahwa setiap komunitas mempunyai keyakinan tersendiri terhadap beberapa hal tertentu. Pandangan kalangan NU bisa jadi berbeda dengan pandangan kalangan Muhammadiyah. Demikian sebaliknya. Namun perbedaan tersebut jangan sampai dijadikan alas an untuk saling menebar kekerasan di antara satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Dengan kata lain, keyakinan kelompok tertentu harus dihormati dan dihargai dengan sepenuh hati.
Ketiga, Islam kita, yaitu keber-Islam-an yang bercita-cita untuk mengusung kepentingan bersama kaum muslimin. Abdurrahman Wahid menekankan pentingnya menerjemahkan konsep kebajikan umum sebagai jembatan untuk mengatasi problem Islamku dan Islam Anda.
E. The  Theoritical Framework/ Approach and Research Methodology
Dalam buku ini, kerangka teori atau metodologi pendekatan yang digunakan Abdurrahman Wahid adalah pendekatan empirik dalam melihat realitas keberislaman yang sesungguhnya berdasarkan pengalaman pengembaraan beliau selama bertahun-tahun. Sehingga menjadikan pemikiran beliau sering berlawanan atau kontroversial dengan kata lain lebih bersifat divergen. Hal ini berbeda dengan kebanyakan pemikir-pemikir lainnya yang lebih cenderung linier.
F. The Limitation and Key Assumptions
Setelah membaca buku ini hal yang menarik yang dapat diambil adalah bahwa Abdurrahman Wahid membuka cakrawala berpikir kaum muslim selama ini yang lebih menginginkan Islam lebih bersifat konstitusional bukan dipahami sebagai ajaran agama yang luhur atau dengan kata lain “Negara Islam” bukanlah suatu keharusan yang terpenting adalah bagaimana keberislaman seseorang yang dibentuk dari individu, keyakinan dan kepentingan bersama.

buku ini juga dapat mengantarkan kita kepada pemahaman Islam yang berbasis perdamaian, apalagi di tengah ketegangan yang terjadi antara dunia Barat dan dunia Islam saat ini. Konflik antar agama, serta konflik yang berbasis kepentingan politik. Karena itu, harapan untuk mengakhiri kekerasan harus senantiasa digaungkan setiap saat.
G. The Result of Research/The Conclusion
Kajian dalam buku Abdurrahman Wahid Islamku, Islam anda dan Islam kita dapat membawa umat beragama pada umumnya dan Islam pada khususnya terhadap pandangan yang menyatu yaitu kebersamaan tanpa ada diskriminasi baik dalam bentuk keyakinan beragama. Abdurrahman Wahid secara tegas menolak “Negara Islam”, di sini dapat kita simpulkan seandainya ada Negara Islam tentu ada agama lain yang mayoritas dengan sebutan Negara Kristen dan lain sebagainya. Ini akan membawa dampak bagi Islam yang minoritas.
H. The Contribution to  Knowledge
Buku Islamku, Islam anda dan Islam Kita sangat memberikan kontribusi untuk menambah pengetahuan utamanya kalangan intelek yang mampu memberikan makna terhadap apa yang dikandung oleh buku ini yang sebenarnya. Buku ini juga memberikan kontribusi bagaiman memahami pola pikir Abdurrahman Wahid yang banyak dipahami masyarakat lebih bersifat kontradiktif. Dengan membaca buku ini, pandangan kita lebih bersifat objektif dalam memahami pola pikir beliau. Islamku, Islam anda dan Islam kita bukan hanya nantinya menjadi konsep akan tetapi perlu ada aplikasi di dalamnya. Agar supaya kita mampu melihat keber-Islaman kita dimulai dari diri pribadi kita dan penerapannya di lingkungan kita tempat berada.
I. The Bookreviewer Critique Toward the Book
Berangkat dari pole pikir Abdurrahman Wahid yang selalu kontradiktif buku ini hanya mampu dan mudah dipahami oleh kaum akademis dan intelek untuk mengungkap apa yang dikandung oleh buku ini. Namun  judul buku “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”  tidak begitu mudah dicerna oleh orang awam dan membawa kepada asumsi Multi-Islam atau beranggapan bahwa Islam itu banyak. Perlu adanya renovasi judul yang lebih dapat diterima dan dipahami oleh semua kalangan.







The References
Baedhowi, Humanisme Islam, Kajian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Husaini, Adian Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual. Cetakan I. Surabaya: Risalah Gusti, 2005.
Murifaca e-news.  “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita”, dikutip dari http://www. marifica.net / accessed 16 Juli 2009.
Wahid, Abdurrahman Islamku Islam Anda Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Cetakan II. Jakarta: The Wahid Institute, 2006.










[1] Baedhowi, Humanisme Islam, Kajian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun, Cetakan I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 127.
[2] Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual, Cetakan I, (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), hlm. 223.
[3] Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Cetakan II (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), hlm. 3.

[4] Ibid, hlm. 4-5.
[5] Ibid, hlm. 81.

[6] Murifaca e-news, “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita”, dikutip dari http://www. marifica.net / accessed 16 Juli 2009.

[7] Ibid, accessed 16 Juli 2009.

0 komentar:

Posting Komentar