About

Email : Kritik dan Sarannya ditunggu d.haryanto88@gmail.com

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 28 Mei 2014

Tragedi 21 Mei 2014 Di UNPAM


Video Bentrok HMI Cabang Ciputat Dengan KM/Karat/Komando

Berawal dari komisariat Pamulang yang akan melaksanakan kegiatan Latihan Kader 1 (LK) di UNPAM, beberapa Mahasiswa dari Komunitas Mahasiswa atau KM merobek Brosur yang di tempel di mading Kampus. karena sensitif Organisasi yang kuat di wilayah Universitas Pamulang (UNPAM) hal semacam ini sering kali terjadi sehingga baku hantam sudah menjad suatu yang wajar bagi KM.Karat, dan KOMANDO.

Untuk Mengklarifikasi permasalahan itu Pengurus HMI Cabang Ciputat Mendatangi kampus UNPAM Guna menyelesaikan permasalahan tersebut. akan tetapi Pihak KM/Karat/Komando mengeyahkan kedatangan Pengurus Cabang. dan lebih mengutamakan Egois mereka. yang pada akhirnya persetruan itu diketengahi oleh pihak Polisi yang ada disekitar.

Setelah pertemuan dengan Pihak Polisi Pengurus HMI Cabang Ciputat Menggap Permasalahan sudah Clear. dan memang harus di sudahi karena tidak layak seorang mahasiswa berkelahi ditengah-tengah Masyarakat. Maka dari itu Pengurus HMI Cabang Ciputat dan teman-teman yang pada saat itu ada disana Beranjak Pulang ke Ciputat.

Akan tetapi 4 orang terpisah dari rombongan dikarenakan angkutan umum yang disewa tidak muat lagi. al hasil 4 orang yang terpisah mencarter mobil bak untuk pulang, tidak lama kemudian segerombolan mahasiswa sekitar 26 orang mencegat Mobil Bak yang di tumpangi oleh 4 orang tadi. dan menghancurkan mobil yang ditumpangi 4 anak HMI. serta memukuli anak HMI itu hingga babak belur dan sampai kepalanya bocor karena segerombolan anak KM menggunakan Botol untuk memukul 4 anak HMI.

Melihat tindakan yang tidak toleransi itu ketua Umum HMI Cabang Ciputat menginstruksikan Seluruh Kader HMI cabang Ciputat untuk berkumpul di UNPAM guna meminta dengan tegas kepada pihak Polisi untuk segera menangkap pelaku yang telah mengeroyok Anak HMI tersebut.

pada akhirnya Pihak Polisi pun tidak memperlambat gerak Mahasiswa Kader Ciputat agar tidak masuk kedalam Kampus. akan tetapi Bentrok pun terjadi antara Kader HMI Cabang Ciputat dengan KM/Karat/Komando. untungnya tidak ada korban lagi pada kejadian tersebut.

sampai tanggal 28 Mei 2014 Pihak Polsek Pamulang tidak dapat menangkap pelaku pengroyokan tersebut. akankah  Kader HMI Cabang Cputat kemabali lagi Ke UNPAM untuk mencari Pelaku pengeroyok atau Diam ?

Selasa, 27 Mei 2014

ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA



Book Review
ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA
Agama Masyarakat Negara Demokrasi

Penulis              : Abdurrahman Wahid
Penerbit            : The Wahid Institut
Tahun terbit     : Tahun 2006
Tebal                 : xxxvi+412 halaman

A.  Abstrack
Buku Islamku, Islam anda dan Islam kita karangan Abdurrahman Wahid, adalah merupakan gambaran atas pemikiran beliau dalam melihat realitas keagamaan yang ada. Abdurrahman Wahid tidak membedakan agama satu dengan yang lain, bahkan dia menganggap Islam sebagai jalan hidup (syariah) bisa belajar dan saling mengambil berbagai ideologi agama, bahkan juga pandangan dari agama-agama lain. Islamku diambil dari pengalaman pribadi beliau dalam beragama maupun lainnya yang tidak dapat dipaksakan kepada orang lain. Islam anda lebih terhadap apresiasi Abdurrahman Wahid dalam melihat realitas keagamaan lain yang perlu dihargai karena itu adalah merupakan pengalaman pribadi mereka. Islam kita lebih pada maksud dan tujuan agama Islam dan demi kepentingan kaum muslimin.
Buku ini juga menggambarkan dua permasalah yang sangat substansial mengenai isu tentang konsep Islam dan negara Islam.
B. Hypothesis Problem or Question, Sense of Academic Crisis
Persoalan yang paling rumit di dalam keberagamaan adalah masalah penafisiran. Kesalahan pada ranah ini akan berakibat fatal karena dapat mendestruksi keseluruhan nilai yang terkandung di dalam agama yang luhur ini. Terorisme dan bunuh diri di antaranya dilatari oleh kesalahan dalam menafsirkan agama tersebut, di samping sebab-sebab lain, seperti globalisasi, kepentingan politik dan ekonomi. Di sinilah, membedah pemikiran Abdurrahman Wahid menjadi sangat urgen untuk mengantarkan kita kepada pemahaman agama secara komprehensif serta wacana keagamaan yang mendalam. Meminjam istilah dari Mohammad Arkoun “pembongkaran atau upaya dekonstruksi-rekonstruksi kembali wacana.[1]
Buku Islamku, Islam anda dan Islam kita berupa hasil pemikiran dari Abdurrahman Wahid untuk melihat realitas keberagamaan antar umat beragama yang mana tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Baik sesama kelompok beragama maupun kelompok agama lainnya.
Permasalahan yang coba diungkap dalam buku ini perlunya semangat demokrasi dalam agama yang mana terkait dengan dua permasalahan yang mendasar; pertama, adakah sistem Islami? kedua, adakah konsep Negara Islam?
Penulis melihat dua permasalahan inilah  pokok yang coba di ungkap dalam buku ini oleh pengarangnya Abdurrahman Wahid. Selanjutnya akan dibahas dalam review book ini.
C. The Importance of Topic
Satu hal yang sangat menarik untuk dikaji persoalan sistem Islami dan konsep Negara Islam yang telah lama digembar-gemborkan oleh kalangan Islam yang mempunyai cara pandang eksklusivisme yang segala sesuatu harus dengan pemahaman agama yang mendalam. Segala sesuatu permasalah harus berkiblat kepada Islam, pengklaiman tidak ada kebenaran di dalam agama lain.
Eksklusivisme adalah cara pandang yang menganggap kebenaran absolut hanya milik agama tertentu secara eksklusif. Tidak memberikan alternatif lain, tidak memberikan konsesi sedikit pun, dan tidak mengenal kompromi.[2]
Terkait dengan adakah sistem yang Islami? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin dalam memberikan interpretasi. Dalil yang dijadikan rujukan dalam persoalan ini adalah; (udkhuluu fi al-silmi kaffah) masuklah kalian ke dalam Islam (kedamaian) secara penuh. Ada dua bentuk interpretasi dalam memahami kata al-silmi; pertama al-silmi dimaknai Islam adalah sebuah entitas Islam formal yang menciptakan sistem Islami kedua, al-silmi dimaknai kedamaian sebuah entitas universal tidak perlu adanya penjabaran sebuah sistem tertentu, termasuk sistem Islam.[3]
Di dalam buku ini, Abdurraman Wahid mengatakan tidak perlu adanya sistem Islami, karena sistem Islami hanya akan menjadikan dan membuat mereka yang tidak beragama Islam akan kalah dari kaum muslimin. Sebuah sistem Islami otomatis membuat warga Negara non-muslim berada di bawah kedudukan warga Negara beragama Islam. Abdurrahman menambahkan tidak perlu adanya kerangka sistemik menurut ajaran Islam asal menerapkan lima syarat menjadi muslim yang baik dalam al-Qur’an, yaitu menerima prinsip-prinsip keimanan, menjalankan ajaran (rukun) Islam secara utuh, menolong mereka yang memerlukan pertolongan (sanak saudara, anak yatim, kaum miskin dan sebagainya menegakkan profesionalisme dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan dan kesusahan.[4]
Konsep “Negara Islam” menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat menarik; apakah sebenarnya konsep Islam tentang Negara? Sampai seberapa jauhkah hal ini dirasakan oleh kalangan pemikir Islam sendiri? Dan, apakah konsekuensi dari konsep ini jika memang ada? Hal ini sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam tentang Negara Islam, yang implikasinya terhadap orang yang tidak menggunakan pemikiran itu dinilai telah meninggalkan Islam.[5]
Menurut Abdurrahman Wahid, mendirikan “Negara Islam” tidak wajib bahkan tidak ada kewajiban di dalamnya. Tetapi yang ada hanyalah perintah dalam Al-Qur’an untuk membentuk suatu masyarakat yang menegakkan keadilan di muka bumi dan membentuk masyarakat yang mengacu kepada nilai-nilai yang substansial  yaitu menjalankan amar makruf atau menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan, nahi dan mungkar di muka bumi ini. Oleh karena itu, Islam adalah sebagai agama jangan direduksi sebagai “Negara Islam”.[6]
Dalam kaitan ini, Gus Dur sampai pada kesimpulan bahwa wacana negara Islam dan wacana politik Islam yang sejenis merupakan pemahaman yang kurang tepat, karena pada dasarnya, Islam hadir bukan untuk membentuk sebuah institusi negara, melainkan untuk mendorong terwujudnya nilai-nilai universal.
Melihat hal di atas, dapat dikatakan bahwa itu adalah merupakan sebuah pembaruan Abdurrahman Wahid yang mempertegas gerakan kultural dan gerakan kemasyarakatan yang lebih populer sekarang dengan sebutan membangun civil society yang bersifat komplementer dan mendukung sebuah Negara pancasila.[7]
D. The Prior Research on Topic
Dalam buku ini, Abdurrahman Wahid memberikan tiga kerangka keber-Islam-an yang patut kita apresiasi bersama secara serius dan mendalam terutama dalam menciptakan Islam yang damai. Pertama, islamku, yaitu keber-Islam-an yang berlandaskan pada pengalaman pribadi perseorangan. Sebagai sebuah pengalaman, pandangan keber-Islam-an seseorang tidak boleh dipaksakan (harus disamakan) kepada orang lain. Jika itu terjadi, maka akan mengakibatkan munculnya dislokasi pada orang lain yang pada akhirnya dapat “membunuh” keindahan dari pandangannya sendiri.
Kedua, Islam anda, yaitu keber-Islam-an yang berlandaskan pada keyakinan. Dalam hal ini harus diakui bahwa setiap komunitas mempunyai keyakinan tersendiri terhadap beberapa hal tertentu. Pandangan kalangan NU bisa jadi berbeda dengan pandangan kalangan Muhammadiyah. Demikian sebaliknya. Namun perbedaan tersebut jangan sampai dijadikan alas an untuk saling menebar kekerasan di antara satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Dengan kata lain, keyakinan kelompok tertentu harus dihormati dan dihargai dengan sepenuh hati.
Ketiga, Islam kita, yaitu keber-Islam-an yang bercita-cita untuk mengusung kepentingan bersama kaum muslimin. Abdurrahman Wahid menekankan pentingnya menerjemahkan konsep kebajikan umum sebagai jembatan untuk mengatasi problem Islamku dan Islam Anda.
E. The  Theoritical Framework/ Approach and Research Methodology
Dalam buku ini, kerangka teori atau metodologi pendekatan yang digunakan Abdurrahman Wahid adalah pendekatan empirik dalam melihat realitas keberislaman yang sesungguhnya berdasarkan pengalaman pengembaraan beliau selama bertahun-tahun. Sehingga menjadikan pemikiran beliau sering berlawanan atau kontroversial dengan kata lain lebih bersifat divergen. Hal ini berbeda dengan kebanyakan pemikir-pemikir lainnya yang lebih cenderung linier.
F. The Limitation and Key Assumptions
Setelah membaca buku ini hal yang menarik yang dapat diambil adalah bahwa Abdurrahman Wahid membuka cakrawala berpikir kaum muslim selama ini yang lebih menginginkan Islam lebih bersifat konstitusional bukan dipahami sebagai ajaran agama yang luhur atau dengan kata lain “Negara Islam” bukanlah suatu keharusan yang terpenting adalah bagaimana keberislaman seseorang yang dibentuk dari individu, keyakinan dan kepentingan bersama.

buku ini juga dapat mengantarkan kita kepada pemahaman Islam yang berbasis perdamaian, apalagi di tengah ketegangan yang terjadi antara dunia Barat dan dunia Islam saat ini. Konflik antar agama, serta konflik yang berbasis kepentingan politik. Karena itu, harapan untuk mengakhiri kekerasan harus senantiasa digaungkan setiap saat.
G. The Result of Research/The Conclusion
Kajian dalam buku Abdurrahman Wahid Islamku, Islam anda dan Islam kita dapat membawa umat beragama pada umumnya dan Islam pada khususnya terhadap pandangan yang menyatu yaitu kebersamaan tanpa ada diskriminasi baik dalam bentuk keyakinan beragama. Abdurrahman Wahid secara tegas menolak “Negara Islam”, di sini dapat kita simpulkan seandainya ada Negara Islam tentu ada agama lain yang mayoritas dengan sebutan Negara Kristen dan lain sebagainya. Ini akan membawa dampak bagi Islam yang minoritas.
H. The Contribution to  Knowledge
Buku Islamku, Islam anda dan Islam Kita sangat memberikan kontribusi untuk menambah pengetahuan utamanya kalangan intelek yang mampu memberikan makna terhadap apa yang dikandung oleh buku ini yang sebenarnya. Buku ini juga memberikan kontribusi bagaiman memahami pola pikir Abdurrahman Wahid yang banyak dipahami masyarakat lebih bersifat kontradiktif. Dengan membaca buku ini, pandangan kita lebih bersifat objektif dalam memahami pola pikir beliau. Islamku, Islam anda dan Islam kita bukan hanya nantinya menjadi konsep akan tetapi perlu ada aplikasi di dalamnya. Agar supaya kita mampu melihat keber-Islaman kita dimulai dari diri pribadi kita dan penerapannya di lingkungan kita tempat berada.
I. The Bookreviewer Critique Toward the Book
Berangkat dari pole pikir Abdurrahman Wahid yang selalu kontradiktif buku ini hanya mampu dan mudah dipahami oleh kaum akademis dan intelek untuk mengungkap apa yang dikandung oleh buku ini. Namun  judul buku “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”  tidak begitu mudah dicerna oleh orang awam dan membawa kepada asumsi Multi-Islam atau beranggapan bahwa Islam itu banyak. Perlu adanya renovasi judul yang lebih dapat diterima dan dipahami oleh semua kalangan.







The References
Baedhowi, Humanisme Islam, Kajian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Husaini, Adian Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual. Cetakan I. Surabaya: Risalah Gusti, 2005.
Murifaca e-news.  “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita”, dikutip dari http://www. marifica.net / accessed 16 Juli 2009.
Wahid, Abdurrahman Islamku Islam Anda Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Cetakan II. Jakarta: The Wahid Institute, 2006.










[1] Baedhowi, Humanisme Islam, Kajian Terhadap Pemikiran Filosofis Muhammad Arkoun, Cetakan I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 127.
[2] Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual, Cetakan I, (Surabaya: Risalah Gusti, 2005), hlm. 223.
[3] Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Cetakan II (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), hlm. 3.

[4] Ibid, hlm. 4-5.
[5] Ibid, hlm. 81.

[6] Murifaca e-news, “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita”, dikutip dari http://www. marifica.net / accessed 16 Juli 2009.

[7] Ibid, accessed 16 Juli 2009.

REFLEKSI SUMPAH PEMUDA; SEBUAH IKHTIAR MELANJUTKAN PERJUANGAA




Oleh : Usep Mujani 

Pemuda Indonesia kini, adalah sebuah generasi baru. sebagian besar lahir dan dibesarkan setelah ‘revolusi bambu runcing’ berakhir. Sehingga, mereka hidup dan dimatangkan dalam lingkungan alam kemerdekaan, di zaman yang relatif ‘damai’ yakni disaat-saat pengisian bukan lagi perjuangan. Oleh karena itu, kita pun mafhum bahwa pola hidup, cara berpikir dan mentalitas pemuda terpaut jauh jika harus menoleh kembali sejarah sumpah pemuda yang diikrarkan pada tahun 1928 lalu.

Sejarawan Taufik Abdullah, memberikan konsepsi menarik terkait pemuda;

“Pemuda atau generasi muda, adalah konsep-konsep yang sering diberati oleh nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah tetapi sering lebih merupakan pengertian ideologis dan kulturil. ‘pemuda harapan bangsa’, pemuda pemilik masa depan’, atau ‘pemuda harus dibina’ dan lain sebagainya, memperlihatkan betapa saratnya nilai yang begitu melekat pada kata pemuda tersebut” (Taufik Abdulah: 1974).

Konsepsi yang dicatat oleh Taufik Abdullah sekurang-kurangnya memberikan pemahaman bahwa term pemuda tidak hanya melekat pada usia tertentu, melainkan jauh dari itu, sebagai jiwa yang melahirkan perubahan dan sebagai ‘harapan’ bangsa disisi yang lain. Sejatinya, pemuda indonesia merupakan komponen bangsa yang hadir sebagai ikon perubahan. Dalam konteks perjuangan kemerdekaan, peran pemuda selalu menjadi awal inspirasi bangkitnya berbagai gerakan perlawanan terhadap bentuk kolonialisme dan imperialisme dari kerajaan Belanda maupun kekaisaran Jepang.

Terbentuknya Budi Utomo sebagai organisasi modern pertama di Indonesia, merupakan tonggak lahirnya kabangkitan nasional. Keberhasilan tersebut dapat kita lihat pada momentum sumpah pemuda yang kita renungkan bersama hari ini. Selain itu, heroisme perlawanan yang dipelopori pemuda terhadap Jepang dan sekutu tahun 1945-an dan masa revolusi 1966-an terbukti memberikan peran sentral bagi pemuda. Tidak sampai disitu, gejolak perlawanan dan aksi pemuda dalam mengawal dan mengoreksi segala kebijakan orde baru pun telah teruji pada Mei 1998.

Dari romantisme pemuda diatas setidaknya didapati benang merah yang wajib kita catat bersama, bahwa pemuda dari masa ke-masa telah teruji sebagai ujung tombak dari perubahan dan pergerakan nasional. Tentu saja kita mustahil lupa atas dialektika sejarah tersebut.

Gagasan sumpah pemuda merupakan ruh atas keinginan membentuk Indonesia sebagai negara-bangsa (nation state). Konsep sumpah pemuda sejatinya sejalan dengan apa yang dikemukakan Ernest Renan sebagai ikhtiar menyoal bangsa. Bahwa cikal bakal terbentuknya bangsa lebih karena adanya kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad yang kuat untuk berhimpun dalam sebuah natoin (Tardjo Ragil: 2009).

Sumpah pemuda 1928, yang didalamnya termaktub ikrar berbangsa, berbahasa dan bertanah air satu; Indonesia. merupakan titik kulminasi dari kegelisahan pemuda, merefleksikan dan mengaktualisasikan kembali muatan nilai yang tersirat didalamnya harus kita pahami sebagai bagian dari proses memaknai dan memberikan pengertian atas bangunan perjuangan yang kita jalani sekarang ini.

Narasi Mati Sumpah Pemuda
Sayangnya, hanya sebagian kecil saja yang masih merasakan atmosfer kegagahan pemuda, eksistensi pemuda melebur tergilas zaman. Pemuda dan cerita-cerita heroiknya kini hanya tersimpan abadi disetiap museum. Sumpah Pemuda yang seharusnya tetap hidup dalam setiap ubun-ubun generasi muda dalam perjalanannya telah berubah menjadi ‘rumah tontonan’ belaka.

Jiwa perkasa pemuda telah bertransformasi menjadi narasi yang mati, menjadi tontonan kolosal, bahkan pemuda dan sumpahnya telah menjadi komoditas politik bagi “para tongkang berdasi”. Ironi kematiannya disenandungkan bersama sebagai lagu pengantar tidur anak cucu kita. Ironisnya, Sumpah pemuda dengan tanpa kompromi ditempatkan sebagai seremonial tahunan tanpa didorong untuk memahami makna yang dikandungnya. Alenia diatas seperti fiksi, semacam kegelisahan yang dibumbui metafora. Namun begitulah adanya, kami mengada-ada yang memang ada terlihat, terasa dan terpikirkan.

Kami pun merasa perlu untuk memaparkan secar singkat realita pemuda pada konteks sekarang, suka atau tidak suka dalam banyak hal makna pemuda telah mengalami pergeseran yang amat memprihatinkan.

Jika dahulu pemuda turut menggagas kebersatuan bangsa, maka hari ini justru pemuda menjadi pemecah kebersatuan itu. Sendi kehidupan mereka telah dijejali sikap rasisme, maka tidak heran jika ‘pemuda bandung’ sampai hari ini tetap bermusuhan dengan ‘pemuda jakarta’. Selain itu, dari sekian banyak episode kasus terorisme, kita pun maklum bahwa hampir seluruhnya diperankan oleh pemuda. Mereka telah menjadi martil bagi kepentingan golongan tertentu. Senandung keberpihakan pada rakyat yang selalu menghiasi karya-karya pemuda sudah jarang terlihat. Sebaliknya, kini mereka lebih senang memikirkan bagaimana caranya senandung rakyat berpihak padanya.

Narasi diatas hanyalah beberapa, sebagian yang lain biarlah menjadi rahasia kita bersama. Namun satu hal, coba pikirkan dengan seksama, apa yang sebenarnya telah terjadi pada pemuda bangsa ini?

Demikianlah kematian narasi yang kami maksud, Sumpah pemuda kini telah berubah menjadi langue tertutup tidak lagi diposisikan sebagai parole yang tetap hidup. Mungkin kita pun sadar bahwa dari tahun ke tahun sumpah pemuda dilewati sebagai upacara seremonial belaka, tanpa didorong untuk membubuhkan semangat juangnya pada generasi sekarang ini.

Pemuda dan Tanggung jawab Perubahan
Belajar dari Ki Hajar Dewantoro, pemuda harus memiliki sifat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Artinya Pemuda harus berada di garda paling depan dalam melakukan perubahan sosial sebagai lokomotif perubahan. Di tengah pemuda harus bahu-membahu bersama rakyat dalam mencapai kesejahteraan rakyat. Keadaan yang buruk ini harus segera diakhiri. Dibelakang pemuda harus mampu memberikan stimulus pada rakyat dalam menuju perubahan kearah yang lebih atau yang dijanjikan oleh kemerdekaan dapat tercapai jika dalam setiap derap langkah kita diwarnai oleh rasa kesatuan dan kesadaran akan tanggung jawab perubahan tersebut.

Soe Hok Gie meringkas tanggung jawab tersebut dalam catatannya bahwa “Dalam masa pergerakan nasional, kaum intelegensia mempunyai tugas; merebut kemerdekaan dengan solidaritas pada rakyat” (Soe Hok Gie: 2005). Kaum inlegensia yang demikian dapat dikatakan sudah memenuhi dharmanya.

Keniscayaan gobalisasi memang membuat dunia seolah-olah tampak seperti global village, sebuah kampung manusia dari berbagai suku dan bangsa saling berkompetisi guna menjaga eksistensinya. Realitas ini adalah persaingan, bangsa yang mememiliki pertahanan yang kuat maka dengan sendirinya akan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain (Adhiyaksa Dault: 2007)

Menyemai sikap nasionalisme serta semangat kesatuan dalam jiwa pemsuda menjadi modal penting dalam realitas perseteruan global. tanpa pemahaman yang konprehensif tentang kondisi nasib bangsa saat ini akan menjadi taruhan masa depan generasi Indonesia. Karena bangsa ini tidak memiliki pilihan kecuali terjun dalam sebuah keniscayaan globalisasi,

namun, Sangat janggal rasanya ketika agent of change tersebut hanyalah menjadi penonton atas perubahan besar yang telah berhasil dikontribusikannya. Hendaknya pemuda bukan lagi hanya sekedar  agent of change, tetapi juga sebagai direct of change yakni yang menjalankan perubahan tersebut menuju kekokohan ketahanan nasional sebuah negara (Dr. Azis Syamsudin: 2009). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua aspek tersebut merupakan suatu keseluruhan yang harus dipenuhi secara serasi dan seimbang sehingga cita-cita perubahan sosial dapat terwujud dan kontinyu .
Tantangan Nyata HMI Cabang Ciputat

Pasca tahun 60-an HMI sebagai salah satu dari organisasi kepemudaan tak lebih bermakna sama dengan yang lain. Ciputat sebagai sarang pemuda-pemuda akademis dan komunitas-komunitas intelektual sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Padahal, basis intelektualitas merupakan prasyarat penting bagi setiap perjuangan pemuda. Penyadaran semangat intelektualitas inilah merupakan bagian dari komitmen alamiah dalam perjuangan menegakan kebenaran, sebagai ikhtiar membangun diskursus kritis serta sebagai upaya menciptakan ruang publik yang ilmiah dan terbuka.

Basis yang lain adalah pengambilan jarak (distance) pada aspek-aspek politis dengan tetap mempertahankan perspektif kritis dalam mengawal segala kebijakan penguasa. Hal ini memberikan tanda bahwa kita telah berdiri secara proporsional diatas misi perhimpunan kita, yakni menjadi Insan akdemis, pencipta dan pengabdi. Terhadap pandangan yang demikian ini, keterlibatan secara individual maupun komunal dalam lingkaran politik praktis baik yang terjadi pada tingkatan nasional maupun lokal tidak dapat dibenarkan sama sekali, karena bukanlah capaian utama, yang menjadi capaian utama para pemuda adalah terbentuknya masyarakat madani (civil society) yang kuat, berdaulat, mandiri serta mampu mengimbangi kekuasaan negara (state).

Jika kedua basis diatas disemai secara terus-menerus, maka dengan sendirinya HMI Cabang Ciputat akan kembali menjadi sebuah gerakan sosial yang selalu menempatkan aktifitas intelektual sebagai kekuatan utama.

Tantang lainnya adalah belum terbentuknya sikap berani mengambil sikap (ijtihad) dan include dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa. Ijtihad yang dimaksud tidak lain adalah seperangkat pernyataan kritis beserta penyelesaian taktis yang telah disesuaikan dengan kondisi objektif yang dihadapi. Tentu saja gagasan ini pasti memunculkan bermacam-macam tanggapan, baik itu positif maupun negatif. terlepas dari hal itu, esensi ijtihad itu sendiri adalah dialog, adanya ruang diskursus dan dialektika antara pemikiran generasi yang hadir secara bersamaan. Kebiasaan ini dengan sendirinya akan melahirkan kader-kader yang memiliki kepekaaan sosial, dan berjiwa leader dalam kehidupan bermasyarakat.

Terakhir, mengambil momentum peringatan hari sumpah pemuda yang ke-83 ini, sudah saatnya HMI Cabang ciputat sebagai institusi menunjukan peranannya kembali, bukan lagi sebagai mobilitator penggulingan rezim diktator, melainkan sebagai agent of change sekaligus sebagai direct of change dalam perubahan sosial dan—meminjam istilah Anis Baswedan—sebagai upaya kita dalam ‘melunasi’ janji-janji kemerdekaan. Kesadaran tersebut insyaallah, membuka jalan baru bagi Indonesia maju, sejahtera dan berkeadilan sosial.

Pada tahapan inilah kami berkesimpulan bahwa posisi HMI Cabang Ciputat sebagai rahim para pemikir dipertaruhkan.

Terimakasih.